Makalah Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
MAKALAH PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ketika
mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang adalah
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna
kuning/hijau, datang mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi
dan teknologi pertanian, terkadang menagih kredit, juga memandang bahwa
penyuluhan merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan dimasa
yang akan datang, kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan
semestinya dirubah.
Perubahan
paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi,
peningkatan daya saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan,
membawa konsekuensi terhadap paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah,
terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan dan peran penyuluh. Di sisi lain,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini telah
berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat. Meningkatnya aksesibilitas
kawasan dan keterdedahan masyarakat atas informasi yang ada juga sangat mendukung
percepatan perubahan perilaku tersebut. Di bidang pertanian, perubahan perilaku
petani digerakkan melalui upaya penyuluhan pertanian. Akan tetapi, dalam dekade
terakhir ini model penyuluhan konvensional sebagai bagian strategis dalam
proses pembangunan mulai dipertanyakan relevansinya, dan bahkan di beberapa
tempat muncul keinginan untuk memarjinalkan peran penyuluhan. Penyuluhan
dianggap tidak mampu memberikan peran yang bermakna bagi proses pembangunan dan
mobilisasi dana pembangunan,dan karenanya tidak diperlukan.
Terhadap kenyataan seperti itu,
Soewardi (1986) dalam Turindra (2009), telah mengingat kepada semua insan
penyuluhan kembali untuk menghayati makna penyuluhan sebagai proses pendidika.
Diakui, penyuluhan melalui pendidikan akan memakan waktu lebih lama untuk
mengubah perilaku masyarakat, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan
berlangsung lebih kekal. Sebaliknya, meskipun penyuluhan melalui pemaksaan
dapat lebih cepat dan mudah dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan
segera hilang, manakala faktor pemaksanya sudah dihentikan.
Rumusan lain yang lebih tua dan
nampaknya paling banyak dikemukakan oleh banyak pihak dalam banyak kesem-patan
adalah, yang dikutip Kelsey dan Hearne (1955) yang menyatakan bahwa falsafah
penyuluhan harus berpijak kepada pentingnya pengembangan individu di dalam
perjalanan pertumbuhan masyarakat dan bangsanya. Karena itu, ia mengemukakan
bahwa: falsafah penyuluhan adalah: bekerja bersama masyarakat untuk membantunya
agar mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to
help themselves).
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
falsafah penyuluhan ?
2.
Apa saja macam-macam falsafah
penyuluhan ?
3.
Apa fungsi dari falsafah
penyuluhan tersebut ?
1.3.
Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memahami secara
benar apa yang dimaksud dengan falsafah penyuluhan, dan macam-macam falasafah
penyuluhan tersebut serta apa fungsi dari falasafah penyuluhan tersebut bagi
para penyuluh agar menjalankan tugasnya sebagai penyuluh lapangan secara baik
dan benar.
II.
PEMBAHASAN
2.1.
Defenisi Falsafah Penyuluhan
Kata
falsafah adalah bahasa Arab yang berarti pandangan. Dalam bahasa Yunani adalah
philosophia (philo = cinta ; Sophia = hikmah). Falsafah dalam bahasa Yunani
berarti love of wisdom, cinta akan kebijaksanaan yakni menunjukkan
harapan/kemajuan untuk mencari fakta dan nilai kehidupan yang luhur. Plato
(filosof Yunani) mengartikan falsafah sebagai ilmu pengatahuan yang berminat
mencapai kebenaran yang asli. Walter Kaufmann, menyebutkan bahwa falsafah
adalah pencarian kebenaran dengan pertolongan fakta-fakta dan argumentasi.
Secara
harfiah, penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti obor ataupun alat
untuk menerangi kegelapan. Jadi Penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang
(kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang
direncanakan/dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha
mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara
mandiri.
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Falsafah
penyuluhan
adalah Bekerja bersama dengan masyarakat untuk membantu mereka, agar mereka
dapat membantu dirinya meningkatkan harkat dan martabat mereka sendiri sebagai
manusia. oleh karena itu, Falsafah
penyuluhan itu mengandung pengertian:
1.
Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, bukan bekerja
untuk masyarakat (Adicondro, 1990). Kehadiran penyuluh harus mampu menumbuhkan,
menggerakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat, bukan sebagai penentu
atau pemaksa.
2.
Penyuluhan harus mampu mendorong terciptanya kreativitas dan
kemandirian masyarakat, agar memiliki kemampuan berswakarsa, swadaya, dan
swakelola bagi terselenggaranya kegiatan guna tercapainya tujuan, harapan dan
keinginan-keinginan masyarakat sasarannya. Penyuluhan harus mengacu pada
terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai
manusia.
2.2.
Macam-Macam Falsafah Penyuluhan
Penyuluhan sebagai proses perubahan
perilaku melalui pendidikan akan memakan waktu yang lebih lama, tetapi
perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih kekal. Sebaliknya,
meskipun perubahan perilaku melalui pemaksaan dapat lebih cepat dan mudah
dilakukan, tetapi perubahan perilaku tersebut akan segera hilang, manakala
factor pemaksanya sudah dihentikan.
Kegiatan penelitian dan penyuluhan
sangat berkaitan dan saling memerlukan, karena itu kebersamaan antara
peneliti/lembaga penelitian dan penyuluh/lembaga penyuluh perlu terbina dengan
baik dan intim. Falsafah keduanya antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Selalu mengusahakan
pembaruan dan modernisasi IPTEKS.
2.
Kebutuhan/keinginan/masalah
masyarakat klien merupakan kegiatan primadona peneliti dan penyuluh.
3.
Selalu
mengikuti/sejalan dengan perkembangan dan kemajuan.
4.
Meningkatkan efisiensi
dan efektivitas usaha.
5.
Meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya.
6.
Meningkatkan
kebersamaan/kerjasama (antara penyuluh dan peneliti dan antara
peneliti/penyuluh dengan pengguna IPTEKS/masyarakat klien).
Ensminger (1962) mencatat adanya 11
(sebelas) rumusan tentang falsafah penyuluhan.
1.
Penyuluhan adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk
mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat.
2.
Sasaran penyuluhan adalah segenap warga masyarakat (pria,
wanita dan anak-anaknya) untuk menjawab kebutuhan dan keinginannya.
3.
Penyuluhan mengajar masyarakat tentang apa yang
diinginkannya, dan bagaimana cara mencapai keinginan-keinginan itu.
4.
Penyuluhan bertujuan membantu masyarakat agar mampu menolong
dirinya sendiri.
5.
Penyuluhan adalah “belajar sambil bekerja” dan “percaya
tentang apa yang dilihatnya”.
6.
Penyuluhan adalah pengembangan individu, pimpinan mereka,
dan pengembangan dunianya secara keseluruhan.
7.
Penyuluhan adalah bentuk kerjasama untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.
8.
Penyuluhan adalah pekerjaan yang diselaraskan dengan budaya
masyarakatnya,
9.
Penyuluhan adalah prinsip hidup dengan saling berhubungan,
saling menghormati dan saling mempercayai antara satu sama lainnya.
10. Penyuluhan merupakan kegiatan dua
arah.
11. Penyuluhan merupakan proses
pendidikan yang berkelanjutan.
Di
Amerika Serikat juga telah dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth, and trust
(pendidikan, kebenaran, dan kepercayaan). Falsafah penyuluhan menurut Kelsey
dan Hearne (1955) adalah bekerja bersama masyarakat untuk membantunya agar
mereka dapat meningkatkan harkatnya sebagai manusia (helping people to help
themselves). Pemahaman konsep “membantu masyarakat agar dapat membantu dirinya
sendiri” harus dipahami secara demokratis, di mana mengandung pengertian:
1.
Penyuluh harus bekerja sama
dengan masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat (Adicondro, 1990).
Kehadiran penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tapi harus mampu
menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu menumbuhkan,
menggerakkan dan memelihara partisipasi masyarakat.
2.
Penyuluh tidak boleh
menciptakan ketergantungan, tapi mampu mendorong terciptanya kreativitas dan
kemandarian masyarakat agar mampu berswakarsa, swadaya, swadana dan swakelola
dalam berkegiatan agar tercapai tujuan, harapan dan keinginan.
3.
Penyuluhan mengacu pada
terwujudnya kesejahteraan ekonomi masyarakat dan peningkatan harkatnya sebagai
manusia.
Penyuluhan
harus selalu mengacu pada kenyataan yang ada dan dapat ditemui di lapangan atau
harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. Penyuluhan harus
melakukan hal-hal terbaik yang dapat dilakukan, bukannya mengajar kondisi
terbaik yang sulit direalisir.
v
Falsafah mendidik/pendidikan
(bukannya klien “dipaksa-terpaksa terbiasa”)
Ki Hajar Dewantoro
(Syarif Tayeb, 1977) menyebutkan bahwa dalam proses pendidikan digunakan
falsafah :
Ø Ing ngarso sung tulodo, mampu memberikan contoh atau teladan bagi masyaraka sasarannya.
Ø Ing madyo mangun karso, mampu menumbuhkan inisiatif dan mendorong kreatifitas, serta
semangat dan motivasi untuk selalu belajar dan mencoba.
Ø
Tut wuri handayani, mau menghargai dan
mengikuti keinginan-keinginan serta upaya yang dilakukan masyarakat, sepanjang
tidak menyimpang atau meninggalkan acuan yang ada, demi tercapainya tujuan
perbaikan kesejahteraan hidup.
v Falsafah pentingnya individu
Pentingnya
individu ditonjolkan dalam pendidikan/penyuluhan pada umumnya, sebab potensi
diri pribadi seseorang individu merupakan hal yang tiada taranya untuk
berkembang dan dikembangkan.
v Falsafah Demokrasi
Klien
diberi kebebasan untuk berkembang agar mereka dapat mandiri sekaligus dapat
bertanggungjawab sesuai dengan perkembangan intelektualnya.
v Falsafah Bekerjasama
Falsafah
Ki Hadjar Dewantoro “hing madya mangun karsa” mengandung makna adanya kerjasama
antara penyuluh/agen pembaruan dengan klien. Penyuluh bekerjasama dengan klien
agar klien aktif berprakarsa (dalam proses belajar) mengembangkan usaha bagi
dirinya.
v Falsafah “Membantu Klien Membantu Diri Sendiri.”
Thompson
Repley Bryant (Vines dan Anderson, 1976 :81 dalam Asngari, 2001),
seorang penyuluh kawakan Amerika Serikat, menggaris bawahi falsafah ini dengan
mengatakan : Makna falsafah ini menunjukkan landasan orientasi pentingnya
individu membantu diri sendiri. Dari falsafah ini pula dikembangkan landasan
kegiatan "dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka."
v Falsafah Kontinyu/berkelanjutan
Dunia
berkembang, manusia berkembang, ilmu berkembang, teknologi berkembang, sarana
berkembang, usaha berkembang, jadi harus sesuai dengan perkembangan : 1) materi
yang disajikan, 2) cara penyajian, dan 3) alat bantu penyajian.
v Falsafah Membakar Sampah (secara tradisional, baik individual,
maupun berkelompok).
Ini
analogi ; kemungkinan sampahnya “basah semua” siram dengan minyak tanah (jangan
sekali-kali dengan bensin) lalu dibakar (kadang-kadang perlu beberapa kali
disiram minyak tanah dan dibakar sampai ada yang kering dan merambat
mempengaruhi kekeringan yang lain), ini pendekatan kelompok yang semuanya belum
membangun. Bagi seorang individu, falsafah ini pun berlaku, dengan bertahap
penuh kesabaran menunggu perkembangan. Falsafah ini memang harus dilandasi
adanya kesabaran menunggu perkembangan individu klien. Inilah kunci proses
mendidik/menyuluh untuk mengembangkan dan mewujudkan potensi individu lebih
berdaya dan mandiri. Individu lebih berdaya sebagai hasil mendinamiskan diri,
sehingga individu mampu berprestasi prima secara mandiri
III.
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahawa falsafah penyuluhan merupakan Bekerja
bersama dengan masyarakat untuk membantu mereka, agar mereka dapat membantu
dirinya meningkatkan harkat dan martabat mereka sendiri sebagai manusia.
Oleh karena itu Selalu mengusahakan pembaruan dan modernisasi IPTEKS,
Kebutuhan/keinginan/masalah masyarakat klien merupakan kegiatan primadona
peneliti dan penyuluh, Selalu mengikuti/sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan, Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha, Meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran klien dan masyarakat pada umumnya serta Meningkatkan
kebersamaan/kerjasama (antara penyuluh dan peneliti dan antara
peneliti/penyuluh dengan pengguna IPTEKS/masyarakat klien).
Dalam khasanah kepustakaan
penyuluhan pertanian, banyak kita jumpai beragam falsafah penyuluhan pertanian.
Berkaitan dengan itu, Ensminger (1962) mencatat adanya 11 (sebelas) rumusan
tentang falsafah penyuluhan. Di Amerika Serikat juga telah lama dikembangkan
falsafah 3-T: teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan
keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan
untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain,
dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap informasi
(baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan
manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar