Makanan Khas Suku Kaili (Sulawesi Tengah) Bagian 1



 UTA KELO 
(SAYUR DAUN KELOR)


              Uta Kelo dalam bahasa suku Kaili yang artinya sayur daun kelor (Moringa oleifera) adalah sayur khas tanah kaili (Palu, Donggala, Sigi dan Parigi-sulawesi tengah), sesuai namanya sayur ini dibuat dari bahan utama daun kelor muda yg dimasak santan dengan beberapa bahan tambahan lainnya yang diracik dengan bumbu yang sangat sederhana. Kota Palu Palu, Donggala, Sigi dan Parigi sangat identik dengan sayuran ini. Sayur ini juga ada yang bening (tanpa menggunakan santan) dengan sebutan nama yang sama biasanya dengan bahan tambahan jagung manis muda pipil/baby corn, wortel atau terong. ini banyak dikonsumsi bagi yang tidak menyukai sayuran yang bersantan. Berikut bahan dan cara membuatnya :


Bahan :
  • Daun kelor muda yang telah di pisah dari tangkai daunnya (15 tangkai kelor)
  • 500 cc santan cair dari 1 buah kelapa
  • 150 cc santan kental
  • 8 buah pisang kepok muda diiris, atau 5 buah terung ungu diiris
  • 20 buah cabe rawit hijau
  • Ebi kering segenggam (lamale ngau)
  • Penyedap rasa secukupnya
  • Garam secukupnya
Pelengkap :
  • Nasi Jagung
  • Ikan Kering
  • Ubi Rebus
  • Sambel Terasi
Cara membuat :
  1. Haluskan Cabai rawit hijau dengan garam.
  2. Santan cair dengan cabe rawit dimasak hingga mendidih, kemudian masukkan garam, penyedap rasa, ebi dan pisang kepok/terong, bila sudah mendidih & pisang telah empuk, masukkan daun kelor.
  3. Aduk hingga merata, bila daun terlihat lemas dan matang, masukkan santan kental.
  4. Tunggu sebentar hingga mendidih, sayur siap diangkat dan disajikan.
  5. Disantap Bersama nasi jagung atau ubi rebus dan Ikan Kering.

                    

                                               SELAMAT MENIKMATI....................

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nepkin Folding (Seni melipat nepkin atau kain serbet)

Gambar
Nepkin Folding (Seni melipat nepkin atau kain serbet) Sering kali apa bila kita mengunjungi sebuah lestoran yang berkelas atau rumah makan yang sudah memiliki nama dan bergaya ala kontinental sering kita menemukan kain yang berwarna mencolok misalnya warna merah dengan lipatan yang unik dan menarik untuk diperhatikan. Kain dengan lipatan yang unik dan menarik tersebut dalam dunia pariwisata disebut napkin atau di Indonesia lebih dikenal dengan serbet. Seni melipat Nepkin atau serbet ( napkin folding)   biasa kita temukan di restoran, atau pun diacara pernikahan ataupun perhelatan akbar lainnya yang bersifat resmi dan berkelas. Pada dasarnya seni melipat napkin diperkenalkan dan berkembang dikalangan para bangsawan bangsa benua biru, yang mana penting karena menyimbolkan kesopanan dan kemewahan serta status tertentu. Sejalan dengan perkembangan zaman kini seni melipat nepkin ini tidak hanya terbatas digunakan oleh para bangsawan namun telah menyeber luas dan mudah d
Terus membaca

SNI 01-3167-1992 (SALAK)

Gambar
SNI 01-3167-1992 SALAK Pendahuluan Standar salak disusun berdasarkan hasil survai didaerah produksi di Jawa Tengah, Bali dan DKI Jakarta Raya, serta hasil penelitian dari Lembaga Penelitian Hortikultura Jakarta. Setelah mempelajari hasil survai dan membandingkannya dengan hasil analisa contoh, maka disusunlah Standar Salak Indonesia sebagai berikut : Spesifikasi 1.     Ruang Lingkup. Standar ini meliputi syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan salak. 2.    Diskripsi Salak ialah buah dari tanaman salak ( Salacca adulia Reinw ) dalam keadaan cukup tua, utuh, segar dan bersih. 3.     Jenis Mutu Salak digolongkan dalam tiga ukuran, yaitu ukuran besar, sedang dan kecil berdasarkan berat buah, yang masing-masing digolongkan dalam dua jenis mutu yaitu Mutu I dan Mutu II, ukuran besar, berat 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang, berat 33 s/d 60 gram per buah. Ukuran kecil, berat 32 gram atau kur
Terus membaca

Makalah Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Gambar
MAKALAH PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN I.          PENDAHULUAN 1.1.             Latar Belakang Ketika mendengar kata penyuluhan, maka yang terlintas di benak sebagian orang adalah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas yang mengendarai motor berwarna kuning/hijau, datang mengunjungi petani di desa-desa, menyampaikan informasi dan teknologi pertanian, terkadang menagih kredit, juga memandang bahwa penyuluhan merupakan proses “Transfer of Technology” (TOT). Kini dan dimasa yang akan datang, kiranya konotasi dan gambaran itu harus berubah dan semestinya dirubah. Perubahan paradigma pembangunan pertanian dan perdesaan ke arah desentralisasi, peningkatan daya saing, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, membawa konsekuensi terhadap paradigma penyuluhan. Memasuki era otonomi daerah, terjadi perubahan kelembagaan penyuluhan dan peran penyuluh. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dekade ini telah berpe
Terus membaca