Satwa Endemik Pulau Sulawesi (Bagian 1)
SATWA ENDEMIK SULAWESI
(Bagian 1)
Sulawesi
atau Pulau Sulawesi (atau sebutan lama dalam bahasa Inggris: Celebes)
adalah sebuah pulau
dalam wilayah Indonesia yang
terletak di antara Pulau
Kalimantan di
sebelah barat dan Kepulauan Maluku di sebelah timur. Dengan luas wilayah sebesar
174.600 km², Sulawesi merupakan pulau terbesar
ke-11 di dunia. Di Indonesia hanya luas Pulau Sumatera, Kalimantan,
dan Pulau Papua sajalah
yang lebih luas wilayahnya daripada Pulau Sulawesi, sementara dari segi
populasi hanya Pulau Jawa
dan Sumatera sajalah
yang lebih besar populasinya daripada Sulawesi.
Nama
Sulawesi diperkirakan berasal dari kata dalam bahasa-bahasa di Sulawesi
Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi
yang berarti besi (logam), yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi
hasil produksi tambang-tambang yang terdapat di sekitar Danau Matano, dekat
Sorowako, Luwu Timur.[1] Sedangkan
bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14-15 masehi adalah bangsa
asing pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau
Sulawesi secara keseluruhan.
Pulau sulawesi terletak di benua asia, dikepulauaan nusantara
tepatnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sulawesi
merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia
setelah Papua, Kalimantan
dan Sumatera dengan luas daratan 174.600 kilometer persegi. Bentuknya yang unik
menyerupai bunga mawar laba-laba atau huruf K besar yang membujur dari utara ke
selatan dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur, dan tenggara.
Pulau ini dibatasi oleh Selat Makasar di bagian barat dan terpisah dari
Kalimantan serta dipisahkan juga dari Kepulauan Maluku oleh Laut Maluku. Sulawesi
berbatasan dengan Borneo
di sebelah barat, Filipina
di utara, Flores
di selatan, Timor di
tenggara dan Maluku
di sebelah timur.
Dipulau ini sekarang telah terbagi menjadi enam
wilayah administrasi diantaranya Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Pulau sulawesi
sudah sejak lama sekali menjadi buah bibir para kalanggan misionaris eropa
karena di pulau ini banyak terdapat flora dan fauna yang eksotik. Pulau
Sulawesi sudah terkenal sejak lama sebagai salah satu pulau yang kaya akan
keanekaragaman hayatinya. Di pulau ini banyak penelitian lokal maupun
internasional yang dilakukan untuk mencari tau kekhasan alam pulau ini,
diantaranya penelitian tentang satwa endemik pulau selawesi yang akan saya
informasikan pada kali ini sebagai berikut :
1.
Anoa
-
Anoa dataran rendah
Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) adalah jenis anoa yang
banyak ditemui di hampir seluruh bagian pulau sulawesi meliputi Sulawesi bagian
tengah, Sulawesi bagian utara , Sulawesi bagian timur, Sulawesi bagian
tenggara, dan pulau Buton pada daerah dataran rendah hingga ketinggian 1000
meter diatas permukaan laut. Anoa dataran rendah sering disebut dengan kerbau
kerdil. Ciri ciri dari anoa ini adalah : memiliki ukuran yang relatif lebih
kecil, memiliki ekor lebih panjang dan lembut, serta tanduk melingkar dan lebih
panjang berkisar 18-37 cm, memiliki bulu lebih jarang, memiliki panjang tubuh
sekitar 180 cm dengan berat badan berkisar antara 200 hingga 300 kg.
-
Anoa datran tinggi (pegunungan)
Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) adalah jenis anoa yang
berhabitat di pegunungan yang berada di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton. anoa
ini memilih tinggal di daerah yang mempunyai banyak vegetasi dan sumber air
yang permanen serta jauh dari jangkauan manusia. Anoa pegunungan hidup secara soliter
atau berpasangan. anoa pegunungan memiliki ciri-ciri: memiliki bulu yang sangat
tebal dengan warna coklat gelap atau hitam. Memiliki tanduk yang relatif
pendek, lurus dengan sudut mengarah kebelakang dengan panjang berkisar antara
15-20 cm. Panjang kepala hingga kaki pada anoa pegunungan sekitar 122-153 cm,
Panjang ekornya mencapai 27 cm, dengan berat kurang dari 150 kg untuk anoa
dewasa.
2.
Babi
Rusa
Babirusa (Babyrousa babirussa) hanya
terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan Maluku.
Habitat babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar
melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka
hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas
yang sering menyerang.
Panjang
tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada
65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun
bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor
pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Binatang
yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat ke
atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan
satu sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara
125 hingga 150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah
itu akan mencari makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina
hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan,
dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.
Mereka
sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena
merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva
ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah
mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.
Sejak tahun
1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan
CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babirusa di daerah
Sulawesi Utara. Karena itu, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI
bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat beserta Departemen Kehutanan dan
Universitas Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan terhadap hewan langka
ini. Perlindungan tersebut meliputi pengawasan habitat babirusa dan membuat
taman perlindungan babirusa di atas tanah seluas 800 hektar.
3.
Monyet Hitam Sulawesi
Monyet hitam Sulawesi (Macaca tonkeana). Habitat Macaca
tonkeana hampir sama dengan Monyet Hitam Sulawesi lain yaitu hidup pada hutan
dataran rendah dan hutan sekunder. Spesies monyet ini berada antara
dari utara Palu sampai dengan Tana-Toradja sebelah selatan Taman Nasional dan
mencakup seluruh semenanjung sebelah timur.
Uniknya banyak jenis monyet marga
Macaca di Sulawesi dibanding dengan keseluruhan monyet di Asia. Padahal Luas
pulau Sulawesi hanya 2% dari luas penyebaran jenis-jenis marga Macaca, namun
jenis yang terdapat melebihi 25% dari keanekaragaman dari marga (Albrecht,
1978).
Taksonomi monyet Sulawesi sampai
saat ini masih sangat membingungkan. Fooden (1969) mendeskripsi ada 7 jenis
monyet Sulawesi (M. maura di Sulawesi
Selatan, M. tonkeana di Sulawesi
Tengah, M. hecki di Sulawesi
tengah-utara, M. nigrescens di dekat
Gorontalo-Kotamubagu, M. nigra di
Sulawesi Utara, M. ochreata di
Sulawesi tenggara dan M. brunnescens
di pulau Muna dan Buton) yang merupakan hasil revisi dari yang telah diusulkan
oleh Napier dan Napier (1967).
Khusus Macaca Tonkeana beberapa
tahun yang lalu masih kerap ditemui di pinggiran hutan di sepanjang jalan trans
Sulawesi diantaranya di ruas jalan kebun kopi, di Donggala bahkan sering
terlihat di bukit Bale di Banawa serta di Bukit Lapaloang hingga ke pinggiran
kampung di pesisir Banawa dan pingiran Kota Donggala, saat inipun masih sering
terlihat meski tidak sebanyak dahulu.
4.
Kuskus
-
Kuskus beruang sulawesi
Kuskus Beruang Sulawesi (Ailurops ursinus) adalah jenis hewan yang masuk
dalam hewan mamalia berkantung atau marsupialia dalam Famili Phalangeridae. Kuskus beruang merupakan spesies yang paling besar dan
paling primitif diantara famili phalangeridae lainnya yang sangat berbeda
dengan kuskus kerdil yang ukuran tubuhnya relatif kecil tapi pintar dan kuskus
beruang hanya ditemukan di Kepulauan Sulawesi dan sekitarnya. Oleh karena itu
kuskus ini merupakan salah satu satwa endemik Indonesia Timur. Kuskus ini
tergolong satwa yang biasa hidup di atas pohon (arboreal) yang banyak
berlindung dibawah kanopi pohon-pohon di hutan dataran rendah, aktif sepanjang
hari, dan umumnya dijumpai berpasangan (Tarmudji dan MacKinon, 1980). Penyebaran kuskus beruang di Indonesia meliputi Pulau
Sulawesi, Peleng, Talaud, dan Malange, dengan habitatnya adalah hutan dataran
rendah hingga ketinggian 2000 meter. Kuskus betina memiliki kantung yang
terletak pada kulit perutnya, berkembang dengan baik, membuka ke arah depan ,
dan mempunyai empat puting susu. Lama masa kebuntingan pada satwa ini sangat
singkat yaitu kira-kira satu bulan. Saat dilahirkan bayi kuskus masih berbentuk
mudigah (embrio) yang secara alami akan merayap menuju kantung induknya,
berdiam dalam kantung dan akan mengisap puting susu induknya untuk selama 6-7
bulan. Setelah masa itu anak kuskus akan mulai belajar memakan pakan seperti
yang dimakan oleh induknya. Dwiyahreni et al.
(1999) melaporkan bahwa habitat aslinya kuskus beruang menggunakan waktunya
sebanyak 63,4% untuk istirahat dan tidur, 23% untuk merawat tubuh, 7,5% untuk
berpindah tempat, 5,6% untuk makan, dan 0,4% untuk aktivitas sosial. Tetapi pada
saat musim kawin mereka akan hidup dalam kelompok kecil yang berisi induk dan
anak-anaknya.
Pergerakan
kuskus beruang tergolong
tidak biasa. Kuskus beruang akan menggunakan ekornya untuk mencengkeram ranting
pada saat berpindah dari satu pohon ke pohon lain. Mungkin kita akan sedikit
kesulitan untuk menemukannya di alam liar karena selain dia tinggalnya di atas
pohon, binatang unik ini juga
termasuk binatang yang pendiam. Bahkan dia tidak akan bersuara kalau tidak
merasa terganggu atau terancam.
Hal lain yang unik yang dimiliki
oleh hewan pohon ini adalah kegemarannya tidur. Makanan kuskus Beruang adalah
daun-daun muda. Bunga-bungaan dan buah masih mentah. Kuskus beruang suka daun
muda karena lebih mudah dicerna dan lebih sedikit racunnya.
-
Kuskus kerdil sulawesi
Kuskus Kerdil (Strigocuscus celebensis) adalah jenis kuskus
berukuran lebih kecil dibanding dengan spesiesnya yang lain. Kuskus ini dapat
dijumpai di Pulau Sulawesi dan sekitarnya. Sedikit kuskus Kerdil memiliki warna
pucat keseluruhan, sedikit garis di punggung, dan ekor sebagian tidak berbulu.
Hewan ini adalah possum kecil, dengan berat 1 kg atau kurang. Kepala dan
panjang tubuh adalah 294-380 mm dan panjang ekor 270-373 mm. Beberapa kuskus
juga ditandai dengan ukuran besar premolar atas ketiga, pelebaran lengkungan
zygomatic di orbit, dan proses paroccipital singkat.
5.
Tarsius
Tarsius menghabiskan
sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritori
mereka dengan urine.
Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon. Hewan ini
bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius
tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah.
Tarsius (Tarsius tarsier) suatu jenis primata kecil.
Panjang kepala dan tubuhnya 10 sampai 15 cm, namun kaki belakangnya hampir dua
kali panjang ini, mereka juga punya ekor yang ramping sepanjang 20 hingga 25
cm. Memiliki tubuh berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata
besar dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar. Tarsius
ini mampu memutarkan kepalanya hingga 180°, hal ini terjadi karena mata tarsius
ini tersiman pada rongga mata tetap. Ukuran matanya lebih besar jika
dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan untuk melihat
dengan tajam dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir tidak bisa
melihat pada siang hari.
Gambar Jenis-Jenis Tarsius yang Terdapat di Pulau Sulawesi.
Sumber :
Tarmudji & James G. MacKinnon, 1980. "Several Tests for Model Specification in the Presence of Alternative
Hypotheses," Working
Papers 378, Queen's University, Department of Economics.
Dwiyahreni, A.A., Kinnaird, M.F., O’Brien, T.G., Supriatna,J. and Andayani,
N. 1999. Diet and activity of the bear cuscus, Ailurops ursinus, in North
Sulawesi, Indonesia. Journal of Mammalogy. 80:905-912.
Komentar
Posting Komentar